This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 19 Oktober 2012

Protein Belalang Lebih Tinggi Dari Udang

Berdasarkan penelitian kandungan protein dalam tepung Belalang Kayu (Melanoplus cinereus) ternyata lebih besar dibanding dengan kandungan protein yang dimiliki udang windu.

Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah satunya melalui penganekaragaman pangan berprotein tinggi. Penganekaragaman pangan berprotein tinggi yang sudah dikembangkan di Indonesia, salah satunya adalah pembuatan tepung udang, sedangkan tentang pemanfaatan belalang belum sampai pada tahap pembuatan tepung, padahal belalang juga tinggi akan protein (62,2 persen).
Berdasarkan alasan tersebut, maka diangkatlah penelitian dengan permasalahan adakah perbedaan antara kadar protein tepung belalang kayu dan tepung udang windu. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara kadar protein tepung belalang kayu dan tepung udang windu.

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional untuk melihat perbedaan antara kadar protein tepung belalang kayu dan tepung udang windu dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini alah tepung belalang kayu dan tepung udang windu yang dibuat dengan cara yang sama, dan sampel dalam penelitian ini adalah tepung belalang kayu (Melanoplus cinereus) dan tepung udang windu (Panaeneous onodon) yang diambil dengan teknik random sampling sebesar 10 kelompok tepung belalang kayu dan 10 kelompok tepung udang windu yang masing-masing sebanyak 1 gram.

Kadar protein diuji dengan Independent Sample t Test, di mana hasilnya p = 0,000 (p < 0,05), hingga disimpulkan bahwa ada perbedaan nyata antara kadar protein tepung belalang kayu dan tepung udang windu, di mana protein tepung belalang kayu lebih tinggi dibanding tepung udang windu dengan kadar masing-masing 17,922 dan 9,846 persen.

Saran yang diberikan dalam penelitian ini ialah perlu adanya penelitian mengenai kadar protein secara kualitatif, bukan secara kuantitatif saja dan masyarakat hendaknya memanfaatkan tepung belalang kayu sebagai salah satu alternatif sumber protein hewani disamping tepung udang windu.

# Kusmaryani, 2005

Sumber: smallcrab.com

VIDEO: Undiscovered Gunung Kidul


Best Movie in Tourism Movie Competition - STP Bandung 2012.

Yogyakarta,apa yang Anda ingat tentang kota ini? Malioboro? Keraton? Beringharjo? Atau mungkin, Gunung Merapi? Kali ini, kita tidak akan bercerita tentang hal-hal tersebut.

Directed byYusron Fuadi | Produced by Reiza Miftah + Dara Bunga Rembulan + Yusron Fuadi

Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=keSeznqWg4c

VIDEO: CAMILAN BELALANG SAWAH DARI MOJOKERTO


Bagi petani, belalang merupakan hama tanaman. Namun, warga Mojokerto, Jawa Timur, memanfaatkan binatang tersebut untuk dijual dengan menjadikannya camilan.
(Senin, 22 Juni 2009, Durasi: 02:25 ).
Sumber: RCTI, okezone.com

Belalang Tebesar Di Dunia! Belalang Raksasa! Wow!!

Belalang raksasa ini ditemukan di Ueta, New Zaeland dan merupakan hewan endemik disana. Menurut kabar yang saya ketahui, ada banyak spesies belalang raksasa ini. Ada sekitar 11 spesies belalang raksasa disana, dan banayak yang lebih besar dibandingkan gambar-gambar di  bawah ini, kira kira kalau di goreng enak nggak ya... ahihihihi

Selasa, 16 Oktober 2012

BBM / BLACKBERRY MESSENGER DISPLAY PICTURE BAHASA JAWA








Senin, 01 Oktober 2012

HALAL: Ikan dan Belalang Dapat Dikecualikan dari Bangkai

Ada dua binatang yang dikecualikan oleh syariat Islam dari kategori bangkai, yaitu belalang, ikan dan sebagainya dari macam binatang yang hidup di dalam air. Rasulullah s.a.w. ketika ditanya tentang masalah air laut, beliau menjawab: “Laut itu airnya suci dan bangkainya halal.” (Riwayat Ahmad dan ahli sunnah). Dan firman Allah yang mengatakan: “Dihalalkan bagi kamu binatang buruan laut dan makanannya.” (al-Maidah. 96)

Umar berkata: Yang dimaksud shaiduhu, yaitu semua binatang yang diburu; sedang yang dimaksud tha’amuhu (makanannya), yaitu barang yang dicarinya. Dan kata Ibnu Abbas pula, bahwa yang dimaksud thaamuhu, yaitu bangkainya.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdullah diceriterakan, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah mengirimkan suatu angkatan, kemudian mereka itu mendapatkan seekor ikan besar yang sudah menjadi bangkai. lkan itu kemudian dimakannya selama 20 hari lebih. Setelah mereka tiba di Madinah, diceriterakanlah hal tersebut kepada Nabi, maka jawab Nabi:

“Makanlah rezeki yang telah Allah keluarkan untuk kamu itu, berilah aku kalau kamu ada sisa. Lantas salah seorang diantara mereka ada yang memberinya sedikit. Kemudian Nabi memakannya.” (Riwayat Bukhari)

Yang termasuk dalam kategori ikan yaitu belalang. Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. memberikan suatu perkenan untuk dimakannya walaupun sudah menjadi bangkai, karena satu hal yang tidak mungkin untuk menyembelihnya.

Ibnu Abi Aufa mengatakan:
“Kami pernah berperang bersama Nabi tujuh kali peperangan, kami makan belalang bersama beliau.” (Riwayat Jama’ah, kecuali Ibnu Majah)

Halal dan Haram dalam Islam
Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi

Sumber: halalguide.info

Flora Fauna: Belalang

Siapa tidak kenal dengan Belalang yang dalam bahasa Jawa dinamakan Walang (Valanga nigricornis, H. Burmeister, 1838), Shorthorned Grasshopper (Eng), belalang kayu, belalang jati (Ina) atau dikenal dengan nama belalang kunyit (May).

Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen(disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan.

Bagi orang awam terutama orang perkotaan untuk membedakan belalang (Caryanda spuria), belalang kembara (Locusta migratoria) atau belalang kayu (Valanga nigricornis)mungkin masih membingungkan. Banyak spesies belalang di dunia ini, namun kali ini penulis hanya akan bercerita tentang belalang kayu (Valanga Nigricornis) yang enak dimakan sebagai lauk istimewa. Dari belalang kayu saja terdapat sekitar 18 subspesies yang diketahui tersebar di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina. Foto-foto belalang ini dapat anda lihat di majalah elektronik FOBI.

Belalang kayu hanya mempunyai 1 generasi per tahunnya. Belalang kayu yang ada di Jawa, telurnya bisa bertahan 6-8 bulan untuk melewati musim panas sebelum akhirnya menetas pada musim hujan. Belalang kayu yang ada di Malaysia hanya memerlukan waktu sekitar 60-75 hari sebelum akhirnya menetas. Sementara di Thailand, telur belalang kayu menetas dan nimfa berkembang di musim hujan dan belalang akan bertahan melewati musim panas sebagai belalang dewasa yang belum matang secara seksual (immature).

Belalang merupakan salah satu serangga yang mengalami proses metamorfosis tidak sempurna ya (hemimetabola) dimana hanya mengalami 3 tahapan perkembangan yang dimulai dari telur lalu nimfa yang merupakan serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk yang sama dengan dewasanya, dan yang terakhir adalah imago atau serangga dewasa. Baik nimfaataupun belalang kayu dewasa, keduanya sama-sama menyukai sinar matahari dan akan mencari tempat-tempat yang terbuka yang terkena sinar matahari langsung untuk hinggap seperti misalnya di pucuk-pucuk pohon atau tanaman. Umumnya belalang kayu ini aktif mencari makan pada siang hari.

Tahapan kehidupan nimfa (atau larva serangga lainnya) yang dilalui diantara proses pergantian kulit atau ekdisis satu dengan lainnya disebut ‘tahapan instar’. Nimfa belalang kayu akan berkembang dalam 6-7 kali ‘tahapan instar’ untuk belalang jantan, dan 7-8 kali ‘tahapan instar’ untuk belalang betina sebelum akhirnya menjadi belalang kayu dewasa.

Belalang atau dalam bahasa Jawa disebut walang merupakan serangga yang menurut para petani di manapun adalah perusak tanaman padi alias hama yang melahap pucuk daun padi muda sehingga membuat buah padi sulit untuk tumbuh. Belalang kayu saat ini telah menjadi oleh-oleh khas Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta karena sering dibeli orang dari luar daerah. Sejumlah penjaja serangga tersebut yang banyak dijumpai di pinggir jalan jurusan Semanu-Wonosari dan Paliyan-Trowono. Bahkan, warga dari Jakarta dan Bandung sering mampir untuk sekedar membeli belalang kayu itu, kemudian dibawa pulang keasalnya untuk makanan kecil atau lauk pauk.

Iwak walang” istilah orang Jawa untuk menyebut lauk belalang, memang merupakan lauk yang istimewa dari sisi kandungan gizinya, bahkan mengandung protein lebih banyak daripada kandungan protein udang windu. Belalang kayu ini mudah didapat dan beraroma khas selain mengandung protein yang tinggi yaitu 62,2 persen tiap 100 gramnya, juga tidak menimbulkan efek yang beracun atau berbahaya, bagi yang memakannya. Bagi mereka yang terbiasa menikmati jenis lauk ini, silahkan melihat buku resep hasil karya juru masak terkenal asal Belanda, Henk van Gurp, yang telah menulis Insect Cookbook, buku resep serangga pertama di Belanda. Bahkan apabila anda menyempatkan diri datang ke Yogyakarta terutama di daerah Gunung Kidul akan dengan mudah anda temukan sajian belalang-belalang goreng siap santap. Sekarang ini juga sudah bisa ditemukan sajian belalang dalam bentuk abon belalang.

Model menu abon belalang ini ditemukan oleh sekelompok mahasiswa jurusan pendidikan IPA Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta Risti Hardiyanti Rukmana, Anggit Betania Nugrahani, Dwi Ana Rizki dan Mustofa. Mereka berharap dengan diketemukan cara mengolah belalang menjadi abon belalang ini akan dapat dijadikan sebagai oleh-oleh khas dari Gunungkidul bagi wisatawan yang berasal dari luar daerah, selain itu juga dapat meningkatkan nilai ekonomi belalang sehingga dapat memicu warga yang bermata pencaharian sebagai pencari belalang untuk lebih mengembangkan usahanya.

Klasifikasi ilmiah belalang kayu (Valanga nigricornis)
Kingdom: Animalia Linnaeus, 1758 – hewan (animals)
Phylum: Arthropoda Latreille, 1829 – hewan beruas (arthropods)
Subphylum: Hexapoda Latreille, 1825 – "berkaki enam"
Class: Insecta Linnaeus, 1758 – serangga (insects)
Order: Orthoptera Latreille, 1793 – belalang (grashoppers, locusts), belalang daun (katydids) dan jangkrik (crickets)
Suborder: Caelifera Ander, 1939 – belalang (short-horned grasshoppers)
Superfamily: Acridoidea (MacLeay, 1821) Burmeister, 1839
Family: Acrididae MacLeay, 1821 – belalang (grasshoppers)
Subfamily: Cyrtacanthacridinae W.F. Kirby, 1902
Tribe: Cyrtacanthacridini
Genus: Valanga Uvarov, 1923
Species: Valanga nigricornis (H. Burmeister, 1838)

Referensi:
Wikepedia, fotododi3384 (dodi estiara), FOBI

Sabtu, 29 September 2012

Camilan Serangga Jadi Andalan Pariwisata Thailand

MULANYA orang akan berpikir tiga kali untuk memakan serangga. Namun kini, memakan serangga seakan menjadi sebuah tren baru sekaligus alternatif camilan sehat.

Serangga memang memiliki nilai gizi yang tinggi. Maka itu, seorang turis Inggris yang sedang berwisata di Thailand rela membuka mulutnya, meraih belalang goreng, dan mengunyah mulai dari kepala, hingga kaki belakangnya.

"Ooooooooooooooh," kata turis bernama Beverly Burnett, 55, sambil berkerut dengan tawa, takjub, dan gembira.

Belalang goreng dikatakan memiliki tekstur renyah seperti ayam. "Saya makan belalang, cacing sutra, dan cacing kelapa," kata Burnett.

Memang tak afdal rasanya bila berkunjung ke Thailand tanpa mencicipi camilan serangganya yang khas. Malah, kini camilan serangga seakan menjadi nilai lebih dari sektor pariwisata 'Negeri Gajah Putih'.

Anda juga mudah kok menemukan toko-toko yang menjualnya. Tak hanya sebagai camilan, serangga yang kaya protein bisa dijadikan sebagai hidangan utama.

Kala mencicipinya, sebagian besar wisatawan memang akan ragu-ragu saat memasukkannya ke dalam mulut.

"Rasanya seperti ayam ya," kata Mark Spedding, 25, seorang manajer bar dari Inggris, setelah mengunyah sampel larva ulat sutra untuk pertama kalinya. "Ini tidak seperti yang saya bayangkan. Tidak juicy, tapi kering," lanjutnya.

Serangga memang dimakan sebagai masakan di banyak negara di seluruh dunia, terutama di Afrika dan Asia. Para ahli kesehatan pun menyebutkan serangga kaya protein tinggi, kolesterol rendah, dan mengandung banyak mineral dan vitamin.

Jadi, jangan ragu lagi mengunyah ulat atau belalang saat berplesiran ke Thailand. (CNNgo/MI/Wrt3)

RENYAH-GURIH BELALANG GORENG

Belalang goreng khas Gunung Kidul ini banyak diburu para pelancong yang kebentulan singgah ke Gunung Kidul, misalnya, saat hendak berwisata ke pantai-pantai di wilayah itu.
Yogyakarta, Aktual.co — Mendengar kata belalang bagi sebagin orang mungkin terasa geli, jijik, bahkan alergi. Apalagi jika harus menyantapnya! Tapi, nanti dulu. Buang jauh-jauh pikiran jijik itu jika Anda belum mengunjungi Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.

Di sejumlah ruas jalan di daerah perbukitan di Provinsi DI Yogyakarta itu, akan banyak ditemui rentengan belalang yang dijual oleh warga setempat. Seperti misalnya jalan Wonosari-Ponjong, Wonosari-Semanu, Paliyan-Trowono, juga Gading-Wonosari.

Belalang itu merupakan jenis belalang kayu, yang memang banyak terdapat di kabupaten yang banyak memiliki pebukitan karst itu.

Sejak puluhan tahun silam, masyarakat Gunung Kidul telah memanfaatkan belalang sebagai salah satu menu santapan yang mengandung protein tinggi. Serangga yang juga banyak dipakai sebagai pakan burung peliharaan itu ternyata banyak diolah dalam berbagai resep, mulai bacem (dimasak dengan gula aren), goreng biasa, hingga oseng-oseng.

Bagi yang tidak alergi, menyantap belalang goreng ini bakal bikin ketagihan. Pasalnya, belalang yang telah dimasak itu mampu menimbulkan sensasi rasa yang susah hilang serta kemriuk. Terlebih jika memasaknya dengan cara lebih lengkap seperti dioseng. Banyak rumah makan di wilayah Gunung Kidul yang menghidangkan menu belalang ini dalam berbagai jenis masakan.

Jika memasak sendiri caranya tidak terlalu sulit. Belalang yang masih hidup tinggal dibersihkan sayapnya, kaki bagian belakang, dan kotorannya lalu dicuci bersih lalu direbus selama 10 menit. Setelah itu dimasukkan campuran bumbu seperti bawang putih merica, juga cabai bagi penyuka rasa pedas, kemudian digoreng.

Adapula cara memasak lain, yakni setelah belalang dicuci hingga bersih, kemudian direndam selama 15 menit dengan bumbu-bumbu seperti tumbukan bawang putih, garam, dan lainnya setelah itu digoreng.

Jika ogah repot memasak, pengunjung bisa langsung menuju warung-warung makan di sekitar Pasar Munggi, Semanu. Di situ para pedagang menjual belalang goreng sudah dalam bentuk kemasan plastik atau toples.  Bahkan, sejumlah supermarket di Gunung Kidul juga menjual menu ini.

Untuk belalang goreng dalam kemasan plastik dengan isi sekitar 10 ekor dijual seharga Rp5.000, sedangkan yang dikemas dalam toples dengan isi sekitar 30 ekor dijual seharga Rp25.000,00.

Sementara satu porsi belalang goreng di warung-warung makan dijual seharga Rp7.000. Adapun belalang mentah yang dijual di pinggiran jalan biasa ditawarkan sekitar Rp30.000 hingga Rp40.000 tiap rentengnya, tergantung jumlah belalang yang ada. Biasanya dalam satu renteng ada sekitar 100 hingga 150 ekor belalang.

Belalang goreng khas Gunung Kidul ini banyak diburu para pelancong yang kebentulan singgah ke Gunung Kidul, misalnya, saat hendak berwisata ke pantai-pantai di wilayah itu.

Jadi, ayo buruan santap belalang goreng dan rasakan sensasi kriuknya!
Oki Baren
Sumber: Backpackidea

Makan Serangga di Bangkok


PRLM - Sekali menginjak tanah Thailand, Anda akan terdorong untuk terus kembali mengunjungi negara yang dijuluki Land of Smiles tersebut. Ini bukan hanya omongan, tanyakan saja pada sejumlah petualang yang sudah menjelajahi Thailand, mereka akan bilang, ingin lagi terus kembali ke negara yang Gajah Putih itu. Mulai dari utara Thailand Chiang Mai, pusat Kota Bangkok sampai dengan selatan Thailand, Hat Yai, banyak tempat yang bisa anda kunjungi. Tentu saja, akan butuh waktu panjang untuk merasakan semua keindahan yang ditawarkan Thailand, negara yang sampai kini masih mempertahankan sistem monarki tersebut.

Para petualang tidak akan pernah merasa bosan untuk terus kembali ke Thailand, khususnya Bangkok, karena memang banyak yang dapat dilihat dan dinikmati. Salah satunya adalah kuliner Bangkok yang terkenal dengan eksotismenya itu. Untuk menikmati cita rasa masakan Thailand, tidak perlu pergi ke restoran mahal. Anda cukup datang ke kawasan Khaosan Road yang dikenal paling populer di kalangan turis asing. 

Beragam makanan Thailand mulai dari padthai (semacam mie goreng, terbuat dari tepung beras yang disajikan bersama ayam, jamur, kacang, toge, telur, dan saus khusus), green papaya salad (irisan pepaya mentah dan perasan lemon serta air rendaman ebi) sampai dengan jangkrik dan belalang goreng pun tersedia di sana. 

Harga semua makanan ini sangat terjangkau. Mulai dari Rp 6.000, Anda sudah bisa mencicipi seporsi padthai. Jika Anda ingin makan belalang goreng, harganya juga sangat murah, seporsi Rp 9.000. (Huminca/"PRLM"/A-88)***

Kriuk! Renyahnya Belalang Goreng Khas Gunungkidul

Saat traveling ke Yogya, sempatkanlah mampir di Gunungkidul. Di sana Anda bisa berburu khas Gunungkidulnya, belalang goreng. Cemilan khas ini bisa banyak Anda temui di sepanjang jalan kawasan Gunungkidul. Yummy!

Siapa bilang belalang goreng cuma bisa dinikmati di Thailand. Di Yogyakarta, tepatnya Gunungkidul, Anda juga bisa menemukan makanan ini.

Jalan-jalan ke Yogya sudah biasa jika hanya datang ke Malioboro atau Candi Prambanan. Cobalah suasana baru dengan berkunjung ke daerah Gunungkidul. Di sana juga ada banyak objek wisata menarik yang bisa Anda datangi, seperti gua pindul di Desa Wisata Bejiharjo.
Nah, ada satu hal yang banyak menarik perhatian turis, yaitu wisata kulinernya. Gunungkidul terkenal dengan wisata kulinernya yang khas dan cukup ekstrem, seperti cemilan bisa banyak Anda temukan di setiap warung sepanjang jalan di Gunungkidul, yaitu belalang goreng. Jangan bilang pecinta wisata kuliner, kalau belum mencoba cemilan yang satu ini!
Cemilan tak biasa ini bisa Anda temukan di daerah Wonosari. Sepanjang jalannya ada banyak warung yang menjual berbagai cemilan hasil olahan belalang. Salah satunya yang paling laris adalah belalang goreng.

Rasa penasaran namun geli akan menyelimuti perasaan Anda saat melihat kuliner khas Gunungkidul ini. Dibilang khas karena cemilan ini dibuat asli di Gunungkidul. Bahkan mungkin sulit ditemukan di tempat lain.

Kriuk! Itulah kesan pertama yang muncul saat Anda pertama kali mencicipi kuliner ini. Belalang yang telah digoreng akan terasa renyah di dalam mulut.

Rasanya tidak jauh berbeda dengan udang. Jadi, saat menikmatinya buang jauh-jauh rasa geli, dan bayangkan Anda sedang menikmati udang goreng yang renyah.

Untuk menemukan kuliner unik ini tidaklah sulit. Ada banyak warung di sepanjang daerah Gunungkidul yang menjualnya. Mulai dari belalang belum jadi hingga belalang yang telah siap dalam kemasan. Harganya bervariasi sesuai ukuran. Untuk belalang goreng dalam kemasan kecil dikenai harga Rp 12.000 per bungkus.
Oleh: Putri Rizqi Hernasari - detikTravel

Sumber: DetikTravel

Rabu, 01 Agustus 2012

PACKING KIRIMAN

Beberapa kiriman yang telah lalu









































Belalang Goreng, Protein Khas Gunung Kidul

Keanekaragaman Indonesia tercermin dalam berbagai hal salah satunya dalam segi makanan. Jika berkesempatan pergi ke luar negeri, maka kita akan merasakan betapa kayanya jenis makanan yang ada di Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Betapa makanan yang ada di Nusantara itu beraneka rasa, warna, rupa bahkan makna. Kondisi dan hasil alam Indonesia yang bervariasi tampaknya memberikan pengaruh pada keragaman makanan yang ada ini.

Aku ingin bercerita sedikit tentang salah satu makanan Nusantara yang aku kenal yakni belalang goreng atau walang goreng dalam Bahasa Jawa. Ini adalah salah satu makanan khas yang ada di Kabupaten Gunung Kidul, DIY selain gaplek, thiwul dan gatot. Pertama kali aku mencicipi belalang goreng pada saat melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di wilayah Saptosari, Gunung kidul pada tahun 2005 dulu. Awalnya memang terdengar agak aneh namun karena penasaran, akhirnya waktu itu aku mencoba juga.

Belalang memang banyak dijual di wilayah Gunung Kidul. Kalau kita berkunjung ke sana, kita bisa temukan para pedagang mangkal di beberapa tempat untuk menjajakan binatang yang suka meloncat-loncat ini. Sebut saja di daerah Paliyan dekat Saptosari, sewaktu kita akan berkunjung ke Pantai Ngrenehan atau Pantai Baron. Persis di depan tempat yang sering dipakai untuk latihan tentara, di sana bisa kita temukan para penjual belalang ini. Tempat lainnya adalah di wilayah Semanu. Kabarnya juga ada di tempat lain, tapi hanya di kedua daerah ini yang pernah aku lihat secara langsung. Biasanya mereka berjualan dengan cara menggantungkan rentengan  belalang yang masih hidup, ditusuk dalam satu potongan bambu atau tali rafia pada kayu atau pada sepeda onthelnya.

Setelah digoreng, belalang memang terlihat menggelikan seperti kecoa. Tapi janganlah menilai dari luarnya saja. Cobalah cicipi satu, Anda akan menggambil untuk kedua kalinya. Setelah yang kedua dan ketiga kalinya pasti ketagihan sampai tak terasa belalang goreng ini habis. Rasanya seperti menggigit cangkang kepiting goreng, crispy, kriuk-kriuk begitulah.
 
Dulu kami makan belalang ini ditemani nasi putih dan sambal bawang. Kadang juga sambal kecap yang dibuat hanya dengan mencampurkan kecap dan irisan lombok. Atau, memakan layaknya cemilan sambil nonton TV atau VCD. Jangan tanya soal rasanya, hmmm guriiiih. Hanya sayang, aku punya alergi yang menyebabkan badan langsung bentol-bentol dan gatal setelah makan belalang ini. Tapi aku tak kehabisan akal. Setiap seminggu sekali kami diberi kesempatan meninggalkan lokasi KKN untuk kembali ke kota. Pada saat itulah aku suka membeli CTM untuk mengusir bentol-bentol sehabis makan belalang.

Cara membuat belalang goreng ini sangatlah gampang. Aku ingat betul bagaimana dulu sering diminta untuk membantu ibu pemilik pondokan KKN-ku memasak belalang. Sehabis dibeli dari penjualnya, belalang di siram dengan air panas mendidih. Setelah semuanya mati, belalang dibersihkan dari bulu-bulu yang melekat dan satu per  sayapnya kadang juga beserta kepalanya. Setelah itu dicuci kembali sampai bersih dan digoreng dalam minyak panas setelah sebelumnya direndam kembali dalam air yang telah dicampur garam serta bumbu instan atau racikan sendiri.

Belalang yang dimakan ini biasanya jenis belalang kayu yaitu belalang yang suka menempel di pohon jati yang banyak tumbuh di Gunung Kidul. Banyak ditemukan pada saat musim kemarau. Sesekali kadang aku ikut anak-anak kecil di desa tempatku KKN jalan-jalan untuk menangkap belalang ini. Menangkapnya bisa hanya dengan tangan kosong, pakai lem tikus yang dibalurkan pada batang bambu, atau dengan jaring yang juga dipasang pada ujung bambu yang berukuran cukup panjang. Kadang aku suka jadi bahan tertawaan anak-anak karena sering gagal menangkap belalang. Memang harus kuakui kalau anak-anak ini lebih kompeten untuk urusan tangkap-menangkap belalang. Di musim hujan pun belalang masih bisa ditangkap. Biasanya dilakukan pada malam hari dengan membawa senter. Namun aku belum pernah mencobanya.

Belakangan aku baru tahu kalau belalang ini punya kandungan protein yang tinggi. Bahkan, lebih tinggi dari makanan penghasil protein lain seperti udang, telur ayam, daging ayam bahkan daging sapi. Cocok untuk dijadikan alternatif memenuhi kebutuhan protein yang murah meriah.
 
Belalang biasanya dijual rentengan dalam keadaan masih hidup. Harganya bervariasi tergantung berapa ekor jumlahnya dalam satu renteng. Untuk yang 100 ekor satu renteng dijual seharga Rp. 30.000,-. Untuk yang 150 ekor harganya Rp. 45.000,-. Juga, kita bisa membeli jumlah yang lebih kecil yaitu 50 ekor seharga Rp. 15.000,-. Cukup terjangkau bila dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya.

Kalau malas memasak, cukup bilang saja kepada si penjual belalang, biasanya dia akan membawa kita ke rumah warga yang berada di sekitar situ. Mereka akan memasaknya untuk kita. Mau dimakan di situ atau kita bawa pulang, terserah. Dengan membayar ongkos masak sekitar sekitar Rp. 15.000,- ditambah harga lain untuk teman makannya kita sudah bisa memupus rasa penasaran untuk makan belalang ini.

Untungnya sekarang juga sudah banyak orang berjualan belalang goreng yang sudah dikemas dalam plastik atau toples. Dari penjual belalang rentengan yang ada di Paliyan atau Semanu kita bisa menuju ke Wonosari tepanya di jalan K.H. Agus Salim. Di sana banyak yang menjual belalang kemasan. Harganya murah mulai dari Rp.5000,- hingga puluhan ribu untuk satu kemasannya. Di situ juga sudah banyak rumah makan yang menyediakan lauk belalang. Selain dengan nasi putih, kita bisa memakannya dengan thiwul (pengganti nasi khas Gunung Kidul berbahan dasar singkong) atau nasi merah. Kita juga tak perlu khawatir karena belalang ini dihalalkan kok.

Penasaran? Tunggu apa lagi, ayo segera meluncur dan penuhi kebutuhan protein tubuh Anda dengan memakan belalang khas Gunung Kidul!

Rabu, 16 Mei 2012

Semanu: Desa Belalang Penghasil Protein Tinggi

Entah sejak kapan hidangan lezat belalang ini mulai digemari, hampir seluruh penduduk di Semanu. Barangkali kegemaran orang-orang di Semanu dan sekitarnya mengkonsumsi belalang goreng, dimulai ketika wilayah Gunung Kidul pada era tahun 60-an, dapat dikatakan saat itu, masih sangat tertinggal. Bahkan bisa disebut daerah miskin akut.


Pada era itulah, menurut Sukisman, 64, seorang petani yang tinggal di desa Njelog pinggir, belalang, istilah ilmiahnya disebut Valanga nigricornis zehntneri krauss, mendapat tempat sebagai panganan penganti lauk-pauk. “Dulu kalau makan tiwul –sejenis makanan penganti beras dari gaplek– kalau tidak ada lauk, pergi ke hutan jati cari belalang. Kemudian di goreng untuk lauk,” ujarnya Sukisman.

Kebiasaan penduduk menyantap lauk belalang di hampir sebagian besar wilayah desa Wonosari, Baron dan Playen berlanjut hingga kini. Rusmandi, 43 tahun, misalnya meski telah lama hijrah ke Jakarta, ia toh tetap berusaha mendapatkan makanan kesukaannya itu dengan susah payah. Kadang, ujar Rusmandi, wiraswasta, memesan kerabatnya yang tinggal di Semanu agar mengirimi belalang goreng yang telah dikemas dalam plastik layaknya kue lebaran. Tidak mengherankan bila Rusmandi kangen makan khas Semanu itu.

Sebab, ujar Rusmandi lebih lanjut semasa kecil di sekitar tempat tinggalnya di Baron hampir dapat dipastikan mereka berburu belalang. Bahkan selepas belajar pun ia bersama teman-teman se desanya berburu belalang hingga ke batas desa lain. Hasil buruan yang didapat Rusmandi, selain dimakan sekeluarga, juga dijajakan di pinggir jalan.

”Waktu itu hasilnya juga cukup lumayan besar untuk ukuran tahun 70-an, sekitar Rp.3000-5000,” ujarnya. ”Sebagian besar masyarakat di sekitar Semanu-Wonosari tahu secara persis kapan waktu panen belalang dan ’paceklik’ hasil buruannya. Kalau pas tidak musim belalang, sulit diperoleh.”

Tidaklah mengherankan bila pada musim belalang pada bulan Juni hingga November, di sepanjang jalan raya Semanu-Wonosari terlihat deretan para penjual belalang segar. Namun pada saat tidak lagi musim belalang, para pedagang kembali beralih profesi seperti semula menjadi pekerja bangunan atau bertani.

Menurut pengakuan para penjaja belalang mentah di pinggir jalan raya Semanu-Wonosari, penghasilan berjualan hanya cukup untuk menunjang beban berat keluarga sehari-hari. Kalau lagi apes, ujar Mugiyanto, 43 tahun, berjualan sepanjang hari hanya bisa membawa pulang sekitar Rp.15.000 seharian. Padahal untuk menutup kebutuhan hidup sehari-hari, lanjut Mugiyanto, ia harus merogoh kocek minimal Rp.25.000.

”Selain untuk membeli keperluan makan sehari-hari, juga untuk beli bensin, kulakan –beli belalang dari pengepul dan jajan anak ke sekolah,” katanya. ”Bahkan pernah juga tidak membawa uang. Bisa sampai satu minggu dagangan tidak payu --payu.”

Mugiyanto menambahkan, jualan belalang sebenarnya bukanlah pilihan profesi yang dicita-citakan. Sebenarnya ia menginginkan menjadi tentara. Lantaran pendidikannya hanya hanya sampai di Sekolah Menengah Atas, cita-citanya menjadi aparat keamanan negara kandas sudah. Mugiyanto tidak menyerah begitu saja. Ia nekat melamar pekerjaan ke Yogjakarta dengan berbekal ijasah SMA. Berulang kali ia datagi kantor-kantor untuk melamar pekerjaan, tapi hasilnya nihil. Telanjur lama terdampar di Yogyakarta, papar Mugiyanto sembari melayani pembeli, ia melamar bekerja sebagai buruh bangunan proyek.

”Untungnya banyak tetangga se-desa yang juga menjadi kuli bangunan di Jogja. Jagi agak gampang juga mencari kerja tidak resmi –istilah Muhayat– wong cuma angkut-angkut semen dan jadi tukang laden batu,” katanya. ”Tapi kalau tidak pas ada proyek kembali tani. Atau jualan belalang.”

Lebih lanjut Mugiyanto berujar, adakalanya penghasilan berjualan belalang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Tetapi bila musim ”paceklik-belalang” Mugiyanto harus berpikir keras mencari tambahan agar asap dapur keluarganya tetap terjaga. Tidaklah mengherankan bila, Mugiyanto dan teman-teman seprofesinya acap berburu belalang ke desa-desa tetangga yang jauh dari tempat tinggalnya. Dalam berburu belalang, Mugiyanto, mengaku tidak merasa kesulitan. Sebab, sejak kecil ia sering bermain sembari memburu binatang itu.

”Tidak sulit menangkapnya. Saya hanya berbekal jaring dan genther –bilah kayu panjang– untuk menangkapnya. Berburu menangkap belalang sering saya lakukan tidak hanya di hutan juti di satu desa saja, tapi sampai ke hutan dekat-dekat pantai selatan,” ujarnya. ”Menangkap belalang sering bersama teman-teman sedesa. Biar agak ngirit, saya boncengan.”

Kosakata ngirit dalam istilah ekonomi kelas pedesaan yang sering kita dengar di wilayah ini, sebenarnya merupakan kata kunci pertahanan biduk rumah tangga. Kata itu pulalah yang menjadikan Mugiyanto dan teman-teman seprofesi pemburu maupun penjual belalang dapat mengalahkan tandus-gersangnya wilayah yang dahulunya terlekati wilayah miskin. Mugiyanto ternyata mampu menyiasati ganas-gersangnya wilayah perbukitan Cartz Gunung Kidul mengandalkan belalang.

Baginya berjualan belalang tidak memerlukan kepiawaian bernegosiasi dengan pemilik modal. Bahkan ia pun tidak perlu repot-repot menyodorkan proposal pembiayaan ke bank pemerintah ataupun swasta yang memerlukan agunan. Mugiyanto cukup menyisihkan seratusan ribu untuk modal berburu belalang segar di pelbagai desa di sekitar Kabupaten Wonosari. Dengan modal kecil itulah Mugiyanto dan para pemburu belalang mengadu peruntungan.

Ketika ditanya kenapa tidak berusaha meminjam kredit ke bank? Sembari tersenyum Mugiyanto mengatakan, tidak punya agunan apapun yang dapat dijaminkan ke bank. Bukankah ada bank yang tidak memerlukan agunan? ”Emangnya ada bank yang tidak pakai agunan? Setahu saya, itu hanya tipu. Mana ada bank tidak mensyaratkan agunan untuk berusaha,” ujarnya sembari menambahkan, ”Lagi pula apa yang akan diagunkan ke bank. Wong ndak punya apa-apa.”

Bisnis belalang goreng pasca daerah Gunung Kidul telah dinyatakan telah terbebas dari kemiskinan akut jaman bekas Presiden Soeharto beberapa tahun lalu, tampaknya mulai benar-benar menggeliat. Tidak hanya pasar-pasar tradisional yang dibanjiri pembeli, tetapi munculnya toko frainchais dan super market pun tampak membanjanjiri wilayah di atas perbukitan ini.

Di pasar-pasar tradisional maupun di super market itulah geliat perekonomian para pedagang belalang goreng menemukan jalan ekonomi pasar yang simbiosisme mutualistik. Belalang goreng yang dulunya dicap sebagai makanan para penduduk urban-melarat di desa terpencil tak terjangkau prasarana itu, kini trendnya terbalik seratus delapan puluh derajad. Belalang goreng menjadi incaran para penggemar wisata kuliner.

Pada tahun-tahun 70-an, menurut Waridjo, 78 tahun, saat ditemui di sebuah masjid di samping Pasar Munggi, menuturkan betapa sulitnya beban hidup yang dialaminya pada tahun-tahun itu. Jangankan makan nasi tiga kali dalam sehari, makan nasi seminggu sekali pun, ujarnya, sudah sangat beruntung. ”Keluarga makan tiwul dengan lauk belalang bakar,” katanya menerawang sembari menambahkan, ”Apa boleh buat, kami sekeluarga ikut trans ke Sumatra.”

Meski terlihat guratan wajahnya tampak uzur, toh Waridjo bersama keluarganya menyempatkan diri balik ke kampungnya di Gunung Kidul. Padahal perjalanannya menyeberang dari Bengku ke Gunung Kidul dengan bus antarprovinsi, cukup melelahkan. Tapi Waridjo tak sedikitpun tampak kelelahan. ”Mungkin dulu sering makan belalang,” katanya seraya tertawa.

Bisa jadi apa yang dikatakan Waridjo dengan mengkonsumsi belalang goreng ada benarnya. Sebab jangan anggap enteng kandungan gizi belalang kayu ketika dijadikan konsumsi makanan. Hasil penelitian Sutrisno Koswara, dosen jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Institute Pertanian Bogor, menyebutkan kandungan protein belalang goreng berkisar 40-60% per gram. Sedang kajian ilmiah yang dilansir ahli pangan Kusmaryani (2005) menyebutkan kandungan protein belalang kayu bisa mencapai 62,2% tiap 100 gramnya.

Angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan angka protein yang terkandung pada makanan berprotein lain seperti udang segar (21%), daging sapi (18,8%), daging ayam (18,2%), telur ayam (12,8%), dan susu segar sapi yang hanya (3,2%) kandungan proteinnya.

Nah Anda tertarik untuk mengkonsumsi belalang goreng ala Semanu? Silahkan mencobanya. Bila Anda ingin mencicipi rasa crispy belalang goreng, Anda pun tak susah mencari makanan khas Gunung Kidul di sepanjang jalan KH Agus Salim, Wonosari, Gunung Kidul. Atau di Pasar Munggi juga menyediakan makanan belalang goreng dalam bentuk kemasan plastic atau toples. Harganya jangan kawatir mahal, dengan merogoh kocek celana sebesar Rp.7.000 belalang goreng siap Anda santap. Sedangkan belalang goreng dalam kemasan plastik hanya Rp.6000.

Bila Anda tak puas dengan gorengan dan bumbu yang disediakan di rumah-rumah makan, Anda pun dapat bereksperimen sendiri tinggal membeli belalang mentah harganya berkisar Rp.40.000 satu renteng. Tergantung jumlah belalang setiap rentengnya. Bila terdapat seratus satu rentengnya, belalang hidup dijual dengan harga Rp.30.000, sedangkan bila terdapat 150 ekor dalam satu renteng harganya Rp.40.000. Jadi tunggu apa lagi, coba saja! Hanya saja, bagi Anda yang alergi, pertama kali mencicipi belalang goreng, akan gatal sebentar. Setelah itu tidak lagi. Kriuk! (eddy j soetopo)
Eddy Je Soe/Achong