
Siapa tidak kenal dengan 
Belalang yang dalam bahasa Jawa dinamakan 
Walang (
Valanga nigricornis,  H. Burmeister, 1838), 
Shorthorned Grasshopper (Eng), belalang kayu, belalang jati (Ina) atau dikenal dengan nama belalang kunyit (May). 
Belalang  adalah  serangga  herbivora  dari subordo  
Caelifera  dalam  ordo 
Orthoptera.
 Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari 
tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan 
beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur 
belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen(disebut stridulasi), atau 
karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya 
panjang dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya 
bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk 
terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang 
jantan. 
Bagi orang awam terutama orang perkotaan untuk membedakan belalang (
Caryanda spuria), belalang kembara (
Locusta migratoria) atau belalang kayu (
Valanga nigricornis)mungkin
 masih membingungkan. Banyak spesies belalang di dunia ini, namun kali 
ini penulis hanya akan bercerita tentang belalang kayu (Valanga 
Nigricornis) yang enak dimakan sebagai lauk istimewa. Dari belalang kayu
 saja terdapat sekitar 18 subspesies yang diketahui tersebar di 
Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina. Foto-foto belalang ini dapat
 anda lihat di majalah elektronik 
FOBI.
Belalang
 kayu hanya mempunyai 1 generasi per tahunnya. Belalang kayu yang ada di
 Jawa, telurnya bisa bertahan 6-8 bulan untuk melewati musim panas 
sebelum akhirnya menetas pada musim hujan. Belalang kayu yang ada di 
Malaysia hanya memerlukan waktu sekitar 60-75 hari sebelum akhirnya 
menetas. Sementara di Thailand, telur belalang kayu menetas dan nimfa 
berkembang di musim hujan dan belalang akan bertahan melewati musim 
panas sebagai belalang dewasa yang belum matang secara seksual 
(immature).
Belalang merupakan salah satu serangga yang mengalami
 proses metamorfosis tidak sempurna ya (hemimetabola) dimana hanya 
mengalami 3 tahapan perkembangan yang dimulai dari telur lalu nimfa yang
 merupakan serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk yang sama 
dengan dewasanya, dan yang terakhir adalah imago atau serangga dewasa. 
Baik nimfaataupun belalang kayu dewasa, keduanya sama-sama menyukai 
sinar matahari dan akan mencari tempat-tempat yang terbuka yang terkena 
sinar matahari langsung untuk hinggap seperti misalnya di pucuk-pucuk 
pohon atau tanaman. Umumnya belalang kayu ini aktif mencari makan pada 
siang hari.
Tahapan kehidupan nimfa (atau larva serangga lainnya)
 yang dilalui diantara proses pergantian kulit atau ekdisis satu dengan 
lainnya disebut ‘tahapan instar’. Nimfa belalang kayu akan berkembang 
dalam 6-7 kali ‘tahapan instar’ untuk belalang jantan, dan 7-8 kali 
‘tahapan instar’ untuk belalang betina sebelum akhirnya menjadi belalang
 kayu dewasa.
Belalang atau dalam bahasa Jawa disebut walang 
merupakan serangga yang menurut para petani di manapun adalah perusak 
tanaman padi alias hama yang melahap pucuk daun padi muda sehingga 
membuat buah padi sulit untuk  tumbuh. Belalang kayu saat ini telah 
menjadi  oleh-oleh khas Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta karena sering 
dibeli orang dari luar daerah. Sejumlah penjaja serangga tersebut yang 
banyak dijumpai di pinggir jalan jurusan Semanu-Wonosari dan 
Paliyan-Trowono. Bahkan, warga dari Jakarta dan Bandung sering mampir 
untuk sekedar membeli belalang kayu itu, kemudian dibawa pulang 
keasalnya untuk makanan kecil atau lauk pauk.
“
Iwak walang”
 istilah orang Jawa untuk menyebut lauk belalang, memang merupakan lauk 
yang istimewa dari sisi kandungan gizinya, bahkan mengandung protein 
lebih banyak daripada kandungan protein udang windu. Belalang kayu ini 
mudah didapat dan beraroma khas selain mengandung protein yang tinggi 
yaitu 62,2 persen tiap 100 gramnya, juga tidak menimbulkan efek yang 
beracun atau berbahaya, bagi yang memakannya. Bagi mereka yang terbiasa 
menikmati jenis lauk ini, silahkan melihat buku resep hasil karya 
juru masak terkenal asal Belanda, Henk van Gurp, yang telah menulis 
Insect Cookbook,
 buku resep serangga pertama di Belanda. Bahkan apabila anda 
menyempatkan diri datang ke Yogyakarta terutama di daerah Gunung Kidul 
akan dengan mudah anda temukan sajian belalang-belalang goreng siap 
santap. Sekarang ini juga sudah bisa ditemukan sajian belalang dalam 
bentuk abon belalang. 
Model menu abon belalang ini ditemukan 
oleh sekelompok mahasiswa jurusan pendidikan IPA Fakultas MIPA 
Universitas Negeri Yogyakarta Risti Hardiyanti Rukmana, Anggit Betania 
Nugrahani, Dwi Ana Rizki dan Mustofa. Mereka berharap dengan diketemukan
 cara mengolah belalang menjadi abon belalang ini akan dapat dijadikan 
sebagai oleh-oleh khas dari Gunungkidul bagi wisatawan yang berasal dari
 luar daerah, selain itu juga dapat meningkatkan nilai ekonomi belalang 
sehingga dapat memicu warga yang bermata pencaharian sebagai pencari 
belalang untuk lebih mengembangkan usahanya.
Klasifikasi ilmiah belalang kayu (
Valanga nigricornis)
Kingdom: Animalia Linnaeus, 1758 – hewan (animals)
Phylum: Arthropoda Latreille, 1829 – hewan beruas (arthropods)
Subphylum: Hexapoda Latreille, 1825 – "berkaki enam"
Class: Insecta Linnaeus, 1758 – serangga (insects)
Order: Orthoptera Latreille, 1793 – belalang (grashoppers, locusts), belalang daun (katydids) dan jangkrik (crickets)
Suborder: Caelifera Ander, 1939 – belalang (short-horned grasshoppers)
Superfamily: Acridoidea (MacLeay, 1821) Burmeister, 1839
Family: Acrididae MacLeay, 1821 – belalang (grasshoppers)
Subfamily: Cyrtacanthacridinae W.F. Kirby, 1902
Tribe: Cyrtacanthacridini
Genus: Valanga Uvarov, 1923
Species: Valanga nigricornis (H. Burmeister, 1838) 
Referensi:
Wikepedia, 
fotododi3384 (dodi estiara), 
FOBI